Minggu, 05 Oktober 2014

Kepemimpinan dalam Keperawatan


A.           Pengertian Kepemimpinan
Menurut Sulvian dan Decker (1989), bahwa kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain, untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya. Kepemimpinan merupakan interaksi antar kelompok dan proses mempengaruhi kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah proses interpersonal yang mempengaruhi kegiatan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan.
Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan kalu perlu memaksa orang lain agar dapat berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan kemampuan dan ketrampilan seorang pemimpin perawat dalam mempengaruhi perawat lain dibawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Setiap pemimpin mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan, namun ketrampilan ini dapat dipelajari sehingga kemampuan kepemimpinan selalu dapat ditingkatkan. (putrigreenlovers.blogspot.com)

B.            Teori Kepemimpinan
Beberapa literatur yang membahas tenang teori kepemimpinan pada prinsipnya sama, yakni ada empat asumsi dasar dalam teori tersebut yang berusaha menerangkan faktor yang memungkinkan munculnya kepemimpinan dan sifat dari kepemimpinan. Pertama, ada teori yang berasumsi bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Kedua, ada teori yang berasumsi bahwa pemimpin ada (timbul) karena situasinya memungkinkan ia ada. Ketiga, ada teori yang berasumsi bahwa kepemimpin itu terjadi karena adanya kelompok orang-orang, dan ia melakukan pertukaran dengan yang dipimpin. Keempat, ada pula teori yang berasumsi bahwa kepemimpinan itu dapat dilihat lewat perilaku organisasasi.
 Untuk memberikan gambaran secara rinci tentang teori-teori kepemimpinan, berikut dikutipkan beberapa pendapat sebagai berikut:
1.        Teori Sifat (Traits Theory)
            Teori ini mengajarkan bahwa kepemimpinan itu memerlukan serangkaian sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang menjamin keberhasilan pada setiap situasi. Seorang pemimpin akan berhasil apabila memiliki sifat-sifat, ciri-ciri perangai tersebut. Teori ini berkesimpulan bahwa kepemimpinan “orang besar” didasarkan ada sifat-sifat yang dibawa sejak lahir, jadi merupakan suatu yang diwariskan. Itulah sebabnya teori ini dikenal sebagai “teori genetis”. Artinya, pemimpin-pemimpin adalah dilahirkan dan dibentuk.
2.        Teori Lingkungan (Environmental Theory)
Teori ini berasumsi bahwa munculnya pemimpin-pemimpin itu merupakan hasil dari waktu, tempat, dan keadaan atau situasi dan kondisi. Situasi dan kondisi tertentu melahirkan tantangan-tantangan tertentu. Dan dengan sendirinya diperlukan orang-orang yang memiliki sifat-sifat atau cirri-ciri tertentu yang cocok. Kebangkitan dan kejatuhan seorang pemimpin disebabkan oleh situasi dan kondisi.
Sejalan dengan teori ini adalah teori social, yang menyatakan bahwa pemimpin-pemipin dibentuk bukannya dilahirkan (leader are made not born). Seseorang akan muncul sebagai pemimpin jika ia berada dalam lingkungan social, yaitu suatu kehidupan kelompok, dan memanfaatkan situasi dan kondisi social untuk bertindak dan berkarya mengatasi masalah-masalah social yang timbul.
3.        Teori Pribadi dan Situasi (Personal situation Theory)
Teori ini berasumsi bahwa kepemimpinan merupakan produk dari terkaitnya tiga factor yaitu:
a.       Perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin.
b.      Sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya.
c.       Kejadian-kejadian (atau masalah-masalah) yang dihadapi oleh kelompok.
Penganut teori ini ada yang menyatakan bahwa: studi tentang kepemimpinan harus berkenaan dengan status, interaksi, persepsi dan perilaku individu-individu dalam hubungan dengan anggota-anggotanya lain dari kelompok yang terorganisasi.
Pemimpin harus mengenal dirinya (dalam arti sifat-sifatnya, mengenal kelompok yang dipimpin, mengenal situasi dan kondisi) untuk selanjutnya mengembangkan sifat-sifatnya sendiri kearah yang sesuai dengan kelompok yang dipimpinnya dan sesuai pula dengan situasi dan kondisi dimana ia memimpin.
4.        Teori Interaksi dan Harapan
Teori ini berasumsi bahwa semakin terjadi interkasi dan partisipasi dalam kegiatan bersama semakin meningkat perasaan saling menyukai atau menyayangi sattu sama lain dan semakin memperjelas pengertian atas norma-norma kelompok. Demikian pula semakin tinggi seseorang dalam kelompok,semakin mendekati kesesuaian kegiatannya denagn norma-norma, semakin luas jangkauan interaksinya dan semakin besar pula jumlah anggota kelompok yang tergerak. Yang penting harus dijaga agar aksi-aksi pemimpin tidak menegecewakan.
5.        Teori Humanistik (Humanistik Theory)
Teori ini berasumsi bahawa seorang pemimpin bisa dikatakan berhasil dalam mengolah sesuatu organisasi jika ia mampu memberdayakan orang-orang yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, ia mampu membuat organisasi sedemikian rupa sehingga member kebebasan dan kelonggaran kepada individu untuk mewujudkan motivasinya sendiri yang potensial untuk memenuhi kebutuhannya dan pada saaat yang bersamaan member sumbangan bagi pencapaian tujuan organisasi.
6.        Teori Tukar-menukar (Exchange Theory)
Teori ini berasumsi bahwa interaksi sosial menggambarkan suatu bentuk tukar-menukar dimana anggota-anggota kelompok memberikan konstribusi dengan pengorbanan-pengorbanan kempok anggota-anggota yang lain. Proses ini sesungguhnya menekankan adanya “give and take” antara pemimpin dan yang dipimpin. Itulah sebabnya teori ini juga dinamai sebagai teori beri-memberi.
7.        Teori Kepemimpinan Psikonalisis
Seseorang berperilaku tertentu barangkali bukan karena untuk memenuhi kepentingan bawahanya, tetapi barangkali untuk mengkompensasi kepribadiannya yang frustasi. Teori ini mengatakan bahwa manusia sangat kompleks. Penampilan luar tidak dapat dijadikan pegangan. Analis perlu kembali pada teori alam/manusia yang paling dasar untuk  memahami perilaku manusia atau oemimpin yang sangat kompleks.
8.        Teori Kepemimpinan Romantis
Teori ini mengatakan bahwa pemimpin ada karena pengikutnya. Para pengikut ini mengembangkan pandangan “romantic” (ideal) mengenai adanya pemimpin yang dapat membantu mereka mencapai tujuannya atau memperbaiki hidup mereka. Pemimpin dibutuhkan untuk membantu menyedrhanakan permasalahan dunia yang sangat kompleks. JIka bawahan sudah tidak mempercayai pwmimpinnya, efektifitas kepemimpinan akan hilang, tidak peduli denag tindakan pemimpin tersebut. Jika bawahan sudah mampu mengorganisir mereka sendiri, maka pemimpin tidak akan diperlukan lagi.
(putrigreenlovers.blogspot.com)

C.           Fungsi dan Tugas Pimpinan
Dilihat dari sudut orientasi maka fungsi dan tugas pimpinan terbagi dalam orientasi tugas dan orientasi hubungan antar manusia (HAM). Fungsi dan tugas pimpinan adalah :
1.        Orientasi Tugas
a.       Merencanakan dan mengorganisir kegiatan.
b.      Menyediakan informasi yang diperlukan oleh atasan maupun staf.
c.       Membuat pengawasan, memberi pengarahan dan bimbingan.
d.      Bertanggung jawab atas pekerjaannya dan pekerjaan orang lain.
e.       Mendukung kerjasama dan partisipasi staf.
f.       Mengevaluasi hasil dan menganalisa kekuatan dan kelemahan staf.
2.        Orientasi HAM
a.       Memberi dorongan dengan sikap bersahabat.
b.      Mengungkapkan perasaan yang dialami
c.       Mendamaikan/mempertemukan pendapat yang berbeda, menyelesaikan konflik.
d.      Memperlancar urusan dengan sebaik-baiknya.
e.       Menentukan aturan main.
Kemudian berdasarkan orientasi fungsi dan tugas pemimpin tersebut, maka aktifitas kepemimpinan dapat digolongkan dalam 4 aspek yaitu:
1.      Memberi pengarahan
2.      Melakukan supervisi
3.      Melakukan koordinasi
4.      Memberikan motivasi
(putrigreenlovers.blogspot.com)

D.           Karakteristik Kepemimpinan
         Pemimpin yang baik hendaknya memiliki karateristik sebagai berikut:
1.        Tanggung Jawab yang Seimbang.
Keseimbangan dini adalah antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang harus mengerjakan pekerjaan tersebut.
2.        Mode Perencanaan yang Positif
Seorang pemimpin yang baik harus dapat dijadikan panutan dan contoh oleh bawahannya. Misalnya ia mengharapkan bawahannya untuk tepat waktu. Maka pemimpin tersebut harus bersikap tepat waktu dalam memenuhi janji atau melaksanakan tugasnya.
3.        Memilih Keterampilan Komunikasi yang Baik
Pemimpin harus dapat menyampaikan ide-idenya secara singkat dan jelas, serta dengan cara yang tepat.
 4.        Memiliki pengaruh yang Positif
Seorang pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap bawahannya  dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal hal yang positif.
5.        Mempunyai Kemampuan untuk Meyakini Orang Lain
Peminpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain terhadap ide-idenya/sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab terhadap ide/sudut pandangnya tersebut. (putrigreenlovers.blogspot.com)

E.            Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku yang ditampilkan sebagai pimpinan ketika mencoba mempengaruhi prilaku orang lain. Oleh karena perilaku yang diperlihatkan oleh bawahan pada dasarnya adalah respon bawahan terhadap gaya kepemimpinan yang dilakukan pada mereka.
Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda yang dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek, yaitu:
1.         Aspek Perilaku
a.       Kemampuan Positip
Mempunyai pandangan bahwa orang pada hakekatnya bersedia melakukan pekerjaan dengan baik bila diberi kesempatan dan dorongan yang cukup. Oleh karena itu, pimpinan harus memberikan motivasi, memperhatikan dan menyediakan sarana serta memperlihatkan beban kerja yang ada.
b.      Kemampuan Negatip
Mempunyai pandangan bahwa orang harus dipaksa untuk bekerja, sehingga pimpinan memotivasi dengan menciptakan rasa takut, sering memberi hukuman dan sangsi.
2.         Aspek Kekuasaan dan Wewenang
a.         Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara paksaan, sanjungan, kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Wewenang mutlak terpusat pada pimpinan,
2)      Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan,
3)      Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan,
4)      Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan,
5)      Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat,
6)      Prakarsa harus selalu dating dari pimpinan,
7)      Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat,
8)      Tugas- tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif,
9)      Lebih banyak kritik daripada pujian,
10)  Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat,
11)  Pimpinan menuntut kesetiaan mutlak tanpa syarat,
12)  Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman,
13)  Kasar dalam bertindak,
14)  Kaku dalam bersikap,
15)  Tanggung jawab keberhasilan organisasu hanya dipikul oleh pimpinan.

Keuntungan :
Kecepatan serta ketegasan dalam pembuatan keputusan dan bertindak, sehingga untuk sementara mungkin produktivitas dapat naik.
Kerugian :
Suasana kaku, tegang, mencekam, menakutkan sehingga dapat berakibat lebih lanjut timbulnya ketidak puasan.

b.        Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya seorang pemimpin yang menghargai karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi.Pemimpin yang demokratis menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi untuk menggali dan mengolah gagasan bawahan dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama.
Gaya kepemimpinan demokratis memiliki ciri- ciri sebagai berikut:
1)      Wewenang pimpinan tidak mutlak,
2)      Pemimpin bersedia melimpahkan sebagai wewenang kepada bawahan,
3)      Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan,
4)      Kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan,
5)      Komunikasi berlangsung timbale balik, baik terjadi antar pimpinan dengan bawahan maupun bawahan dengan bawahan,
6)      Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku perbuatan atau kegiatan bawahan dilakukan secara wajar,
7)      Prakarsa dapat dating dari pimpinan maupun bawahan,
8)    Banyak kesempatan bagi bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada instruktif,
9)     Tugas-tugas kepada bawhan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dar pada instruktif,
10)  Pujian dan kritik seimbang,
11)  Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam bats kemampuan masing-masing,
12)  Pimpinan meminta kesetiaan secara wajar,
13)  Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak,
14) Terdapat suasana saling percaya, saling hrmat, menghormati dan saling harga menghargai,
15)  Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan dan bawahan.

Keuntungan :
Berupa keputusan serta tindakan yang lebih objektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki, serta terbinannya moral yang tinggi.

Kelemahan :
Keputusan serta tindakan kadang – kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan yang terbaik.

c.         Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan partisipatif adalah gabungan bersama antara gaya kepemimpinan otoriter dan demokratis dengan cara mengajukan masalah dan mengusulkan tindakan pemecahannya kemudian mengundang kritikan, usul dan saran bawahan. Dengan mempertimbangkan masukan tersebut, pimpinan selanjutnya menetapkan keputusan final tentang apa yang harus dilakukan bawahannya untuk memecahkan masalah yang ada.

d.        Gaya Kepemimpinan Laisses Faire “ Liberal “
Gaya kepemimpinan laisses faire dapat diartikan sebagai gaya “membebaskan” bawahan melakukan sendiri apa yang ingin dilakukannya. Dalam hal ini, pemimpin melepaskan tanggung jawabnya, meninggalkan bawahan tanpa arah, supervisi atau koordinasi sehingga terpaksa mereka merencanakan, melakukan dan menilai pekerjaan yang menurut mereka tepat. Kepemimpinan Liberal antara lain berciri :
1)      Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan,
2)      Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan,
3)      Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan,
4)      Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya,
5)      Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiata yang dilakukan para bawahan,
6)      Prakarsa selalu dating dari bawahan,
7)      Hampir tida pengarahan dari pimpinan,
8)      Peran pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok,
9)      Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok,
10)  Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang.

Selanjutnya dapat dikemukan bahwa keempat gaya kepemimpinan di atas memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Setiap gaya kepemimpinan bisa efektif dalam situasi tertentu tetapi tidak efektif dalam situasi lainya.
Menurut (Gillies, 1996) Faktor yang menetukan efektifitas gaya kepemimpinan secara situasional meliputi:
1)      Kesulitan atau kompleksitas tugas yang diberikan,
2)      Waktu yang tersedia untuk menyelesaikan tugas,
3)      Ukuran unit organisasi,
4)      Pola komunikasi dalam organisasi
5)      Latar belakang pendidikan dan pengalaman pegawai,
6)      Kebutuhan pegawai dan kepribadian pemimpin

Keuntungan :
Para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya.
Kelemahan :
Kekacauan karena tiap pejabat bekerja menurut selera masing- masing.
(putrigreenlovers.blogspot.com)

F.            Kepemimpinan Efektif
Menurut Kadarman & Upaya Seorang pemimpin yang efektif tidak akan menggunakan kelebihannya untuk menaklukkan orang lain, namun justru digunakan untuk mendorong bawahannya dalam mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan yang ada.
1.      Swanburg (2000) menyatakan bahwa karakteristik pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut:
a.       Intelegensi (pengetahuan, pendapat, keputusan, berbicara)
b.      Kepribadian (mudah adaptasi, waspada, kreatif, kerjasama, integritas pribadi yang baik, keseimbangan emosi dan tidak ketergantungan kepada orang lain)
c.       Kemapuan (bekerjasama, hubungan antar manusia dan partisipasi sosial).
2.      Fiedler (1977), dikutip dari Gillies (1996) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat berjalan efektif bila:
a.       Kepemimpinan berganti dari satu orang ke orang lain dan berganti dari satu gaya ke gaya lainnya seiring dengan terjadinya perubahan situasi kerja.
b.      Pemimpin sebaiknya berasal dari anggota kelompok kerja, mengenal situasi kerja dan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibanding anggota kelompok kerja lainnya.
3.  Bennis menyatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memenuhi karakteristik sebagai berikut:
a.       Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia.
b.      Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan bawahan.
c.       Mempunyai kempuan menjalin hubungan antar manusia.
d.      Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan untuk mengenal orang lain dengan baik.
e.       Merton, menguraikan kepemimpinan yang efekti dapat memenuhi 4 keadaan yaitu :
1)      Seseorang akan mengerti apabila menerima suatu komunikasi,
2)      Mempunyai pedoman apa yang harus dilakukan yang diminta oleh komunikasi tadi,
3)      Percaya bahwa perilaku yang diminta adalah sesuai dengan kehendak perorangan dengan nilai yang baik,
4)      Sesuai dengan tujuan dan nilai organisasi.
(putrigreenlovers.blogspot.com)


G.           Perspektif-perspektif Kontenporer Kepemimpinan
1.      Kepemimpinan yang Karismatik
Karisma adalah suatu konsep yang agak sulit untuk di fahami, karisma mudah dilihat, tetapi sulit untuk didefinisikan. Karisma memberikan dampak emosional bagi para pengikut, jauh di atas rasa menghormati, menyayangi, kagum dan percaya pada umumnya. Karismatik adalah phlawan yang di idolakan, seorang iman dan jurus selamat.
Pemimpin yang karismatik (charismatic leader) adalah orang-orang yang dominan, memiliki kepercayaan dari yang luar biasa, dan keyakinan kuat atas kebenaran moral dari hal-hal yang ia percayai. Mereka berjuang untuk menciptakan suatu aura kompetensi dan kesuksesan serta mengkomunikasikan pengharapan yang tinggi bagi para pengikutnya dan keyakinan mereka.  
2.      Kepemimpinan Transformasional
Pola kepemimpinan transformasional yang di terapkan diberbagai perusahaan, telah terbukti berhasil mrmunculkan kinerja yang nilainya jauh melebihi ekspektasi. Pada saat yang sama, anggota perusahaan tidak merasa dibebani oleh pekerjaan. Kepemimpinan transformasional (transformational leaders) secara ringkas dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi orang lain sedemikian sehingga mereka mau dan rela memunculkan kebajikan dan kapabilitas terbaiknya didalam proses penciptaan nilai. Sebagai konsikuensinya, para anggota dapat diharapkan bekerja dengan gairah dan semangat kerja tinggi secara berkesinambungan, mereka juga berkembang menjadi pemimpin dilingkungan masing-masing. Tidak mengherankan apabila seorang pemimpin transformasional sering dianggap sebagai pemimpin yang menumbuhkan pemimpin yang lain.
Kepemimpinan transformasional dikembangkan dengan mengacu pada asumsi dasar bahwa pekerja adalah manusia yang bersumber daya yang mampu belajar dan mengerahkan kebajikan dan kapabilitas terbaiknya bagi perusahaan dan semua petaruhnya. Pekerja juga merupakan anggota perusahaan yang terhormat yang mampu memikul tanggung jawabnya dengan baik. Anggota juga memiliki kempuan untuk belajar dan melakukan pembaharuan apabila dia yakin bahwa hal itu akan ditujukan untuk maju dan bertumbuh kembang bersama. Anggota juga memiliki kekuatan karakter yang diperlukan untuk secara konsisten bekerja secara etikal. Anggota memiliki aspirasi yang ingin diwujudkannya, tetapi pada saat yang sama dia juga memiliki tekat untuk menjaga agar aspirasinya sejalan dengan kepentingan bersama.
Proses transformasional bergerak diluar pendekatan transaksional tradisional untuk kepemimpinan. Para pemimpin transaksional (transactional leaders) memandang manajemen sebagai serangkaian transaksi dengan mereka menggunakan kekuasaan sah, imbalan, dan koersifnya untuk memberikan perintah dan menukarkan imbalan atas jasa yang diberikan. Berbeda dengan kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional tidak bersemangat. Kepemimpinan ini tidak memberikan semangat, mengubah, memberdayakan, atau memberikan inspirasi kepada orang-orang untuk memusatkan perhatian pada kepentingan dari kelompok atau organisasi. Akan tetapi, pedekatan transaksional dapat lebih efektif bagi para individualis dibandingkan kolektivis.
3.         Otentisitas
Kepemimpinan otentik (authentic leadership) berakar pada filosofi Yunani kuno “jujur kepada diri Anda sendiri” (to thine own self be true). Para pemimpin transformasional yang otentik memperhatikan kepentingan publik (masyarakat, organisasi, atau kelompok), dan bukan hanya kepentingan mereka sendiri. Mereka bersedia untuk mengorbankan kepentingan diri sendiri demi orang lain, dan mereka dapat dipercaya. Mereka dewasa secara etis, orang-orang akan menganggap para pemimpin yang menunjukkan logika moral lebih transformasional dibandingkan dengan pemimpin yang tidak melakukannya.
Pemimpin-pemimpin pseudotransformasional (pseudotransformational leaders) adalah kebalikannya, mereka membicarakan keadaan yang baik, namun mereka mengabaikan kebutuhan nyata para pengikutnya karena mendahulukan kepentingan pribadi (kekuasaan, prestise, pengendalian, kekayaan, ketenaran).
4.         Peluang-peluang bagi Pemimpin
Beberapa peran nontradisional lain juga memberikan peluang-peluang kepemimpinan. Pemimpin-pemimpin penjembatan (bridge leaders) adalah mereka yang meninggalkan budaya mereka untuk jangka waktu yang cukup lama. Mereka hidup, bersekolah, bepergian, atau bekerja di budaya lain. Lalu, mereka akan kembali pulang, menjadi pemimpin dan melalui repertoire luas yang telah mereka miliki, bertindak sebagai jembatan antara sistem-sistem nilai yang saling bertentangan di dalam budaya mereka sendiri atau antara budaya mereka dan budaya-budaya lain.
Dengan perkerjaan yang sering kali berbasis tim, kepemimpinan bersama (shared leadership) terjadi ketika kepemimpinan dirotasi ke orang-orang yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan kemampuan kunci sehubungan dengan masalah yang sedang dihadapi oleh tim pada suatu waktu tertentu. Kepemimpinan bersama adalah yang paling penting ketika pekerjaan-pekerjaan saling tergantung satu sama lain, kompleks, dan membutuhkn kreativitas. Tim-tim berkinerja tinggi yang melakukan pekerjaan seperti itu akan menunjukkan kepemimpinan bersama yang lebih tinggi daripada tim-tim berkinerja buruk.
Kepemimpinan lateral (lateral leadership) tidak berhubungan dengan hubungan hierarkis, atasan-bawahan, melainkan sebagai gantinya mengundang para kolega dengan tingkat yang sama memecahkan masalah bersama-sama. (putrigreenlovers.blogspot.com)


H.           Penerapan Kepemimpinan dalam Keperawatan
Pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan. Menurut Kron (1981) kegiatan tersebut meliputi:
1.      Perencanaan dan pengorganisasian
2.      Membuat penugasan dan memberi pengarahan
3.      Pemberian bimbingan
4.      Mendorong kerja sama dan partisipasi
5.      Kegiatan koodinasi
6.      Evaluasi hasil penampilan kerja
Melalui kegiatan-kegiatan ini diharapkan seorang pemimpin keperawatan dapat melakukan tanggung jawabnya sebagai manajer dan pemimpin yang efektif.
(putrigreenlovers.blogspot.com)