A.
Pengertian Kepemimpinan
Menurut Sulvian dan Decker (1989), bahwa kepemimpinan
merupakan penggunaan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain,
untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya.
Kepemimpinan merupakan interaksi antar kelompok dan proses mempengaruhi
kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah proses
interpersonal yang mempengaruhi kegiatan orang lain dalam memilih dan mencapai
tujuan.
Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan merupakan kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk
dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan kalu perlu
memaksa orang lain agar dapat berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan kemampuan dan
ketrampilan seorang pemimpin perawat dalam mempengaruhi perawat lain dibawah
pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan
pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Setiap
pemimpin mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan, namun ketrampilan
ini dapat dipelajari sehingga kemampuan kepemimpinan selalu dapat ditingkatkan. (putrigreenlovers.blogspot.com)
B.
Teori Kepemimpinan
Beberapa literatur yang membahas tenang teori kepemimpinan
pada prinsipnya sama, yakni ada empat asumsi dasar dalam teori tersebut yang
berusaha menerangkan faktor yang memungkinkan munculnya kepemimpinan dan sifat
dari kepemimpinan. Pertama, ada teori yang berasumsi bahwa pemimpin itu dilahirkan,
bukan dibuat. Kedua, ada teori yang berasumsi bahwa pemimpin ada (timbul)
karena situasinya memungkinkan ia ada. Ketiga, ada teori yang berasumsi bahwa
kepemimpin itu
terjadi karena adanya kelompok orang-orang, dan ia melakukan pertukaran dengan
yang dipimpin. Keempat, ada pula teori yang berasumsi bahwa kepemimpinan itu
dapat dilihat lewat perilaku organisasasi.
Untuk memberikan gambaran secara rinci tentang teori-teori kepemimpinan,
berikut dikutipkan beberapa pendapat sebagai berikut:
1.
Teori
Sifat (Traits Theory)
Teori ini mengajarkan bahwa kepemimpinan itu memerlukan
serangkaian sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang menjamin
keberhasilan pada setiap situasi. Seorang pemimpin akan berhasil apabila
memiliki sifat-sifat, ciri-ciri perangai tersebut. Teori ini berkesimpulan
bahwa kepemimpinan “orang besar” didasarkan ada sifat-sifat yang dibawa sejak
lahir, jadi merupakan suatu yang diwariskan. Itulah sebabnya teori ini dikenal
sebagai “teori genetis”. Artinya, pemimpin-pemimpin adalah dilahirkan dan
dibentuk.
2.
Teori
Lingkungan (Environmental Theory)
Teori ini berasumsi bahwa munculnya pemimpin-pemimpin itu
merupakan hasil dari waktu, tempat, dan keadaan atau situasi dan kondisi.
Situasi dan kondisi tertentu melahirkan tantangan-tantangan tertentu. Dan
dengan sendirinya diperlukan orang-orang yang memiliki sifat-sifat atau
cirri-ciri tertentu yang cocok. Kebangkitan dan kejatuhan seorang pemimpin disebabkan
oleh situasi dan kondisi.
Sejalan dengan
teori ini adalah teori social, yang menyatakan bahwa pemimpin-pemipin dibentuk
bukannya dilahirkan (leader are made not born). Seseorang akan muncul
sebagai pemimpin jika ia berada dalam lingkungan social, yaitu suatu kehidupan
kelompok, dan memanfaatkan situasi dan kondisi social untuk bertindak dan
berkarya mengatasi masalah-masalah social yang timbul.
3.
Teori
Pribadi dan Situasi (Personal situation Theory)
Teori ini berasumsi bahwa kepemimpinan merupakan produk dari
terkaitnya tiga factor yaitu:
a. Perangai (sifat-sifat) pribadi dari
pemimpin.
b. Sifat dari kelompok dan
anggota-anggotanya.
c. Kejadian-kejadian (atau
masalah-masalah) yang dihadapi oleh kelompok.
Penganut teori ini ada yang
menyatakan bahwa: studi tentang kepemimpinan harus berkenaan dengan status,
interaksi, persepsi dan perilaku individu-individu dalam hubungan dengan
anggota-anggotanya lain dari kelompok yang terorganisasi.
Pemimpin harus mengenal dirinya
(dalam arti sifat-sifatnya, mengenal kelompok yang dipimpin, mengenal situasi
dan kondisi) untuk selanjutnya mengembangkan sifat-sifatnya sendiri kearah yang
sesuai dengan kelompok yang dipimpinnya dan sesuai pula dengan situasi dan
kondisi dimana ia memimpin.
4.
Teori
Interaksi dan Harapan
Teori ini berasumsi bahwa semakin
terjadi interkasi dan partisipasi dalam kegiatan bersama semakin meningkat
perasaan saling menyukai atau menyayangi sattu sama lain dan semakin
memperjelas pengertian atas norma-norma kelompok. Demikian pula semakin tinggi
seseorang dalam kelompok,semakin mendekati kesesuaian kegiatannya denagn
norma-norma, semakin luas jangkauan interaksinya dan semakin besar pula jumlah
anggota kelompok yang tergerak. Yang penting harus dijaga agar aksi-aksi
pemimpin tidak menegecewakan.
5.
Teori
Humanistik (Humanistik Theory)
Teori ini berasumsi bahawa seorang pemimpin bisa dikatakan
berhasil dalam mengolah sesuatu organisasi jika ia mampu memberdayakan
orang-orang yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, ia mampu membuat organisasi
sedemikian rupa sehingga member kebebasan dan kelonggaran kepada individu untuk
mewujudkan motivasinya sendiri yang potensial untuk memenuhi kebutuhannya dan
pada saaat yang bersamaan member sumbangan bagi pencapaian tujuan organisasi.
6.
Teori
Tukar-menukar (Exchange Theory)
Teori ini berasumsi bahwa interaksi sosial menggambarkan
suatu bentuk tukar-menukar dimana anggota-anggota kelompok memberikan
konstribusi dengan pengorbanan-pengorbanan kempok anggota-anggota yang lain.
Proses ini sesungguhnya menekankan adanya “give and take” antara pemimpin dan
yang dipimpin. Itulah sebabnya teori ini juga dinamai sebagai teori
beri-memberi.
7.
Teori
Kepemimpinan Psikonalisis
Seseorang berperilaku tertentu
barangkali bukan karena untuk memenuhi kepentingan bawahanya, tetapi barangkali
untuk mengkompensasi kepribadiannya yang frustasi. Teori ini mengatakan bahwa
manusia sangat kompleks. Penampilan luar tidak dapat dijadikan pegangan. Analis
perlu kembali pada teori alam/manusia yang paling dasar untuk memahami
perilaku manusia atau oemimpin yang sangat kompleks.
8.
Teori
Kepemimpinan Romantis
Teori ini mengatakan bahwa pemimpin
ada karena pengikutnya. Para pengikut ini mengembangkan pandangan “romantic”
(ideal) mengenai adanya pemimpin yang dapat membantu mereka mencapai tujuannya
atau memperbaiki hidup mereka. Pemimpin dibutuhkan untuk membantu
menyedrhanakan permasalahan dunia yang sangat kompleks. JIka bawahan sudah
tidak mempercayai pwmimpinnya, efektifitas kepemimpinan akan hilang, tidak
peduli denag tindakan pemimpin tersebut. Jika bawahan sudah mampu mengorganisir
mereka sendiri, maka pemimpin tidak akan diperlukan lagi.
(putrigreenlovers.blogspot.com)
(putrigreenlovers.blogspot.com)
C.
Fungsi dan Tugas Pimpinan
Dilihat dari sudut orientasi maka fungsi dan tugas pimpinan
terbagi dalam orientasi tugas dan orientasi hubungan antar manusia (HAM). Fungsi
dan tugas pimpinan adalah :
1.
Orientasi
Tugas
a. Merencanakan dan mengorganisir
kegiatan.
b. Menyediakan informasi yang
diperlukan oleh atasan maupun staf.
c. Membuat pengawasan, memberi
pengarahan dan bimbingan.
d. Bertanggung jawab atas pekerjaannya
dan pekerjaan orang lain.
e. Mendukung kerjasama dan partisipasi
staf.
f. Mengevaluasi hasil dan menganalisa
kekuatan dan kelemahan staf.
2.
Orientasi
HAM
a. Memberi dorongan dengan sikap
bersahabat.
b. Mengungkapkan perasaan yang dialami
c. Mendamaikan/mempertemukan pendapat
yang berbeda, menyelesaikan konflik.
d. Memperlancar urusan dengan
sebaik-baiknya.
e. Menentukan aturan main.
Kemudian berdasarkan orientasi fungsi dan tugas pemimpin
tersebut, maka aktifitas kepemimpinan dapat digolongkan dalam 4 aspek yaitu:
1. Memberi pengarahan
2. Melakukan supervisi
3. Melakukan koordinasi
4. Memberikan motivasi
(putrigreenlovers.blogspot.com)
D.
Karakteristik Kepemimpinan
Pemimpin yang baik hendaknya memiliki karateristik sebagai
berikut:
1.
Tanggung
Jawab yang Seimbang.
Keseimbangan dini adalah antara
tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap
orang yang harus mengerjakan pekerjaan tersebut.
2.
Mode
Perencanaan yang Positif
Seorang pemimpin yang baik harus
dapat dijadikan panutan dan contoh oleh bawahannya. Misalnya ia mengharapkan
bawahannya untuk tepat waktu. Maka pemimpin tersebut harus bersikap tepat waktu
dalam memenuhi janji atau melaksanakan tugasnya.
3.
Memilih
Keterampilan Komunikasi yang Baik
Pemimpin harus dapat menyampaikan
ide-idenya secara singkat dan jelas, serta dengan cara yang tepat.
4.
Memiliki
pengaruh yang Positif
Seorang pemimpin yang baik memiliki
pengaruh terhadap bawahannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal
hal yang positif.
5.
Mempunyai
Kemampuan untuk Meyakini Orang Lain
Peminpin yang sukses adalah pemimpin
yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan
orang lain terhadap ide-idenya/sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada
tanggung jawab terhadap ide/sudut pandangnya tersebut. (putrigreenlovers.blogspot.com)
E.
Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku yang ditampilkan
sebagai pimpinan ketika mencoba mempengaruhi prilaku orang lain. Oleh karena
perilaku yang diperlihatkan oleh bawahan pada dasarnya adalah respon bawahan
terhadap gaya kepemimpinan yang dilakukan pada mereka.
Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dan
berbeda-beda yang dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek, yaitu:
1.
Aspek
Perilaku
a. Kemampuan Positip
Mempunyai
pandangan bahwa orang pada hakekatnya bersedia melakukan pekerjaan dengan baik
bila diberi kesempatan dan dorongan yang cukup. Oleh karena itu, pimpinan harus
memberikan motivasi, memperhatikan dan menyediakan sarana serta memperlihatkan
beban kerja yang ada.
b. Kemampuan Negatip
Mempunyai
pandangan bahwa orang harus dipaksa untuk bekerja, sehingga pimpinan memotivasi
dengan menciptakan rasa takut, sering memberi hukuman dan sangsi.
2.
Aspek
Kekuasaan dan Wewenang
a.
Gaya
Kepemimpinan Otokratis
Gaya
kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan kekuatan
jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua perencanaan
tujuan dan pembuatan keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara paksaan,
sanjungan, kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1)
Wewenang mutlak terpusat pada pimpinan,
2)
Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan,
3)
Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan,
4)
Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan,
5)
Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan
para bawahannya dilakukan secara ketat,
6)
Prakarsa harus selalu dating dari pimpinan,
7)
Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran,
pertimbangan atau pendapat,
8)
Tugas- tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif,
9)
Lebih banyak kritik daripada pujian,
10)
Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat,
11)
Pimpinan menuntut kesetiaan mutlak tanpa syarat,
12)
Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman,
13)
Kasar dalam bertindak,
14)
Kaku dalam bersikap,
15)
Tanggung jawab keberhasilan organisasu hanya dipikul oleh
pimpinan.
Keuntungan :
Kecepatan serta ketegasan dalam
pembuatan keputusan dan bertindak, sehingga untuk sementara mungkin
produktivitas dapat naik.
Kerugian :
Suasana kaku, tegang, mencekam,
menakutkan sehingga dapat berakibat lebih lanjut timbulnya ketidak puasan.
b.
Gaya
Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan
demokratis adalah gaya seorang pemimpin yang menghargai karakteristik dan
kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi.Pemimpin
yang demokratis menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi untuk
menggali dan mengolah gagasan bawahan dan memotivasi mereka untuk mencapai
tujuan bersama.
Gaya kepemimpinan demokratis memiliki
ciri- ciri sebagai berikut:
1)
Wewenang pimpinan tidak mutlak,
2)
Pemimpin bersedia melimpahkan sebagai wewenang kepada bawahan,
3)
Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan,
4)
Kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan,
5)
Komunikasi berlangsung timbale balik, baik terjadi antar
pimpinan dengan bawahan maupun bawahan dengan bawahan,
6)
Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku perbuatan atau kegiatan
bawahan dilakukan secara wajar,
7)
Prakarsa dapat dating dari pimpinan maupun bawahan,
8) Banyak kesempatan bagi bawahan diberikan dengan lebih bersifat
permintaan dari pada instruktif,
9)
Tugas-tugas kepada bawhan diberikan dengan lebih bersifat
permintaan dar pada instruktif,
10)
Pujian dan kritik seimbang,
11)
Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam bats
kemampuan masing-masing,
12)
Pimpinan meminta kesetiaan secara wajar,
13)
Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak,
14)
Terdapat suasana saling percaya, saling hrmat, menghormati dan
saling harga menghargai,
15)
Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan
dan bawahan.
Keuntungan :
Berupa keputusan serta tindakan yang
lebih objektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki, serta terbinannya moral yang tinggi.
Kelemahan :
Keputusan serta tindakan kadang –
kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, keputusan yang dibuat bukan
merupakan keputusan yang terbaik.
c.
Gaya
Kepemimpinan Partisipatif
Gaya
kepemimpinan partisipatif adalah gabungan bersama antara gaya kepemimpinan
otoriter dan demokratis dengan cara mengajukan masalah dan mengusulkan tindakan
pemecahannya kemudian mengundang kritikan, usul dan saran bawahan. Dengan
mempertimbangkan masukan tersebut, pimpinan selanjutnya menetapkan keputusan
final tentang apa yang harus dilakukan bawahannya untuk memecahkan masalah yang
ada.
d.
Gaya
Kepemimpinan Laisses Faire “ Liberal “
Gaya
kepemimpinan laisses faire dapat diartikan sebagai gaya “membebaskan”
bawahan melakukan sendiri apa yang ingin dilakukannya. Dalam hal ini, pemimpin
melepaskan tanggung jawabnya, meninggalkan bawahan tanpa arah, supervisi atau
koordinasi sehingga terpaksa mereka merencanakan, melakukan dan menilai
pekerjaan yang menurut mereka tepat. Kepemimpinan Liberal antara lain berciri :
1)
Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan,
2)
Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan,
3)
Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan,
4)
Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya,
5)
Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan,
atau kegiata yang dilakukan para bawahan,
6)
Prakarsa selalu dating dari bawahan,
7)
Hampir tida pengarahan dari pimpinan,
8)
Peran pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok,
9)
Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok,
10)
Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per
orang.
Selanjutnya
dapat dikemukan bahwa keempat gaya kepemimpinan di atas memiliki kelebihan dan
kekurangan tersendiri. Setiap gaya kepemimpinan bisa efektif dalam situasi
tertentu tetapi tidak efektif dalam situasi lainya.
Menurut (Gillies, 1996) Faktor yang menetukan
efektifitas gaya kepemimpinan secara situasional meliputi:
1)
Kesulitan atau kompleksitas tugas yang
diberikan,
2)
Waktu yang tersedia untuk menyelesaikan
tugas,
3)
Ukuran unit organisasi,
4)
Pola komunikasi dalam organisasi
5)
Latar belakang pendidikan dan pengalaman
pegawai,
6)
Kebutuhan pegawai dan kepribadian pemimpin
Keuntungan :
Para
anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya.
Kelemahan
:
Kekacauan
karena tiap pejabat bekerja menurut selera masing- masing.
(putrigreenlovers.blogspot.com)
F.
Kepemimpinan Efektif
Menurut Kadarman & Upaya Seorang
pemimpin yang efektif tidak akan menggunakan kelebihannya untuk menaklukkan
orang lain, namun justru digunakan untuk mendorong bawahannya dalam mencapai
tujuan sesuai dengan kemampuan yang ada.
1.
Swanburg (2000)
menyatakan bahwa karakteristik pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut:
a.
Intelegensi (pengetahuan,
pendapat, keputusan, berbicara)
b.
Kepribadian (mudah
adaptasi, waspada, kreatif, kerjasama, integritas pribadi yang baik,
keseimbangan emosi dan tidak ketergantungan kepada orang lain)
c.
Kemapuan (bekerjasama,
hubungan antar manusia dan partisipasi sosial).
2.
Fiedler
(1977), dikutip dari Gillies (1996) menyatakan bahwa
kepemimpinan dapat berjalan efektif bila:
a.
Kepemimpinan berganti
dari satu orang ke orang lain dan berganti dari satu gaya ke gaya lainnya
seiring dengan terjadinya perubahan situasi kerja.
b.
Pemimpin sebaiknya
berasal dari anggota kelompok kerja, mengenal situasi kerja dan memiliki
kemampuan yang lebih tinggi dibanding anggota kelompok kerja lainnya.
3. Bennis menyatakan bahwa
pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memenuhi karakteristik sebagai
berikut:
a.
Mempunyai pengetahuan
yang luas dan kompleks tentang sistem manusia.
b.
Menerapkan pengetahuan
tentang pengembangan dan pembinaan bawahan.
c.
Mempunyai kempuan
menjalin hubungan antar manusia.
d.
Mempunyai sekelompok
nilai dan kemampuan yang memungkinkan untuk mengenal orang lain dengan baik.
e.
Merton,
menguraikan kepemimpinan yang efekti dapat memenuhi 4 keadaan yaitu :
1)
Seseorang
akan mengerti apabila menerima suatu komunikasi,
2)
Mempunyai
pedoman apa yang harus dilakukan yang diminta oleh komunikasi tadi,
3)
Percaya
bahwa perilaku yang diminta adalah sesuai dengan kehendak perorangan dengan
nilai yang baik,
4)
Sesuai
dengan tujuan dan nilai organisasi.
(putrigreenlovers.blogspot.com)
(putrigreenlovers.blogspot.com)
G.
Perspektif-perspektif Kontenporer
Kepemimpinan
1.
Kepemimpinan yang Karismatik
Karisma adalah suatu konsep yang agak sulit untuk di
fahami, karisma mudah dilihat, tetapi sulit untuk didefinisikan. Karisma
memberikan dampak emosional bagi para pengikut, jauh di atas rasa menghormati,
menyayangi, kagum dan percaya pada umumnya. Karismatik adalah phlawan yang di
idolakan, seorang iman dan jurus selamat.
Pemimpin yang karismatik
(charismatic leader) adalah
orang-orang yang dominan, memiliki kepercayaan dari yang luar biasa, dan
keyakinan kuat atas kebenaran moral dari hal-hal yang ia percayai. Mereka
berjuang untuk menciptakan suatu aura kompetensi dan kesuksesan serta
mengkomunikasikan pengharapan yang tinggi bagi para pengikutnya dan keyakinan
mereka.
2.
Kepemimpinan Transformasional
Pola kepemimpinan transformasional yang di terapkan
diberbagai perusahaan, telah terbukti berhasil mrmunculkan kinerja yang
nilainya jauh melebihi ekspektasi. Pada saat yang sama, anggota perusahaan tidak
merasa dibebani oleh pekerjaan. Kepemimpinan
transformasional (transformational leaders) secara
ringkas dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi orang lain
sedemikian sehingga mereka mau dan rela memunculkan kebajikan dan kapabilitas terbaiknya
didalam proses penciptaan nilai. Sebagai konsikuensinya, para anggota dapat
diharapkan bekerja dengan gairah dan semangat kerja tinggi secara
berkesinambungan, mereka juga berkembang menjadi pemimpin dilingkungan
masing-masing. Tidak mengherankan apabila seorang pemimpin transformasional
sering dianggap sebagai pemimpin yang menumbuhkan pemimpin yang lain.
Kepemimpinan transformasional dikembangkan dengan
mengacu pada asumsi dasar bahwa pekerja adalah manusia yang bersumber daya yang
mampu belajar dan mengerahkan kebajikan dan kapabilitas terbaiknya bagi
perusahaan dan semua petaruhnya. Pekerja juga merupakan anggota perusahaan yang
terhormat yang mampu memikul tanggung jawabnya dengan baik. Anggota juga
memiliki kempuan untuk belajar dan melakukan pembaharuan apabila dia yakin
bahwa hal itu akan ditujukan untuk maju dan bertumbuh kembang bersama. Anggota
juga memiliki kekuatan karakter yang diperlukan untuk secara konsisten bekerja
secara etikal. Anggota memiliki aspirasi yang ingin diwujudkannya, tetapi pada
saat yang sama dia juga memiliki tekat untuk menjaga agar aspirasinya sejalan
dengan kepentingan bersama.
Proses transformasional bergerak diluar pendekatan
transaksional tradisional untuk kepemimpinan. Para pemimpin transaksional (transactional leaders) memandang manajemen sebagai serangkaian
transaksi dengan mereka menggunakan kekuasaan sah, imbalan, dan koersifnya
untuk memberikan perintah dan menukarkan imbalan atas jasa yang diberikan.
Berbeda dengan kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional tidak
bersemangat. Kepemimpinan ini tidak memberikan semangat, mengubah,
memberdayakan, atau memberikan inspirasi kepada orang-orang untuk memusatkan
perhatian pada kepentingan dari kelompok atau organisasi. Akan tetapi,
pedekatan transaksional dapat lebih efektif bagi para individualis dibandingkan
kolektivis.
3.
Otentisitas
Kepemimpinan otentik (authentic leadership) berakar pada filosofi Yunani kuno
“jujur kepada diri Anda sendiri” (to
thine own self be true). Para pemimpin transformasional yang otentik
memperhatikan kepentingan publik (masyarakat, organisasi, atau kelompok), dan
bukan hanya kepentingan mereka sendiri. Mereka bersedia untuk mengorbankan
kepentingan diri sendiri demi orang lain, dan mereka dapat dipercaya. Mereka
dewasa secara etis, orang-orang akan menganggap para pemimpin yang menunjukkan
logika moral lebih transformasional dibandingkan dengan pemimpin yang tidak
melakukannya.
Pemimpin-pemimpin pseudotransformasional
(pseudotransformational leaders) adalah
kebalikannya, mereka membicarakan keadaan yang baik, namun mereka mengabaikan
kebutuhan nyata para pengikutnya karena mendahulukan kepentingan pribadi
(kekuasaan, prestise, pengendalian, kekayaan, ketenaran).
4.
Peluang-peluang bagi Pemimpin
Beberapa peran nontradisional lain juga memberikan
peluang-peluang kepemimpinan. Pemimpin-pemimpin
penjembatan (bridge leaders)
adalah mereka yang meninggalkan budaya mereka untuk jangka waktu yang cukup
lama. Mereka hidup, bersekolah, bepergian, atau bekerja di budaya lain. Lalu,
mereka akan kembali pulang, menjadi pemimpin dan melalui repertoire luas yang telah mereka miliki, bertindak sebagai
jembatan antara sistem-sistem nilai yang saling bertentangan di dalam budaya
mereka sendiri atau antara budaya mereka dan budaya-budaya lain.
Dengan perkerjaan yang sering kali berbasis tim, kepemimpinan bersama (shared leadership) terjadi ketika kepemimpinan dirotasi ke
orang-orang yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan kemampuan kunci sehubungan
dengan masalah yang sedang dihadapi oleh tim pada suatu waktu tertentu.
Kepemimpinan bersama adalah yang paling penting ketika pekerjaan-pekerjaan
saling tergantung satu sama lain, kompleks, dan membutuhkn kreativitas. Tim-tim
berkinerja tinggi yang melakukan pekerjaan seperti itu akan menunjukkan kepemimpinan
bersama yang lebih tinggi daripada tim-tim berkinerja buruk.
Kepemimpinan lateral (lateral leadership) tidak berhubungan dengan hubungan
hierarkis, atasan-bawahan, melainkan sebagai gantinya mengundang para kolega
dengan tingkat yang sama memecahkan masalah bersama-sama. (putrigreenlovers.blogspot.com)
H.
Penerapan Kepemimpinan dalam
Keperawatan
Pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan suatu
kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan
keperawatan tercapai diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan keterampilan
kepemimpinan. Menurut Kron (1981) kegiatan tersebut meliputi:
1. Perencanaan dan pengorganisasian
2. Membuat penugasan dan memberi
pengarahan
3. Pemberian bimbingan
4. Mendorong kerja sama dan partisipasi
5. Kegiatan koodinasi
6. Evaluasi hasil penampilan kerja
Melalui kegiatan-kegiatan ini diharapkan seorang pemimpin
keperawatan dapat melakukan tanggung jawabnya sebagai manajer dan pemimpin yang
efektif.
(putrigreenlovers.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar